SEJARAH
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM
ABU UBAID
A.
Riwayat Hidup
Abu Ubaid
Abu Ubaid memiliki nama lengkap al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin
Zaid al-Harawi al-Azadi al-Baghdadi. Ia lahir pada tahun 150 H di kota Harrah,
Khurasan, sebelah barat laut Afghanistan. Setelah memperoleh ilmu yang memadai
di kota kelahirannya, pada usia 20 tahun ia pergi berkelana untuk menuntut ilmu
ke berbagai kota seperti Kufah, Basrah dan Baghdad. Ilmu- ilmu yang
dipelajarinya antara lain adalah tata Bahasa Arab, qira’at, tafsir,
hadith dan fiqih. Pada tahun 192 H, Tsabit ibn Nasr ibn Malik (Gubernur Thughur
di masa Harun al-Rasyid) mengangkat Abu Ubaid sebagai qadhi (hakim) di
Tarsus hingga tahun 210 H. Setelah itu, beliau tinggal di Baghdad selama 10
tahun. Pada 219 H, setelah berhaji beliau menetap di Makkah sampai wafatnya
pada 224 H.
B.
Karya Abu Ubaid
Hasil karyanya ada
sekitar 20, baik dalam bidang ilmu nahwu,qawaid al- Fiqh, Syair dan
lain-lain. Sedangkan karya terbesarnya adalah Kitab “al-Amwal”. Kitab ini
merupakan suatu karya yang lengkap tentang keuangan negara dalam Islam. Buku
ini sangat kaya dengan sejarah perekonomian dari paruh pertama abad kedua Hijriah.
Buku ini juga merupakan rangkuman
tradisi nash (authentic) dari Nabi dan atsar para sahabat
dan tabi'in tentang masalah ekonomi. Dalam bukunya tersebut Abu `Ubaid
tidak hanya mengungkapkan pendapat orang lain tetapi juga mengemukakan
pendapatnya sendiri.
Kitab al-Amwal terbagi
dalam beberapa bagian dan bab. Pada bab pendahuluan, Abu Ubaid secara singkat
membahas hak dan kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya begitu juga
sebaliknya. Pada bab selanjutnya, kitab ini menguraikan tentang berbagai jenis
pemasukan negara yang dipercayakan kepada penguasa atas nama rakyat serta
landasan hukumnya dalam al-Qur’an dan al-Hadith. Secara khusus, pembahasan
mengenai pendapatan negara tersebut diprioritaskan pada fa’i, khums serta
pegalokasiannya. Dari telaah singkat tersebut, nampak bahwa kitab al-Amwal
secara khusus memfokuskan perhatiannya pada masalah keuangan publik (public
finance). Selain itu, kitab ini juga menekankan mengenai perpajakan, hukum
administrasi, hukum pertanahan dan hukum internasional. Oleh karena itu, kitab
ini menjadi salah satu referensi utama tentang pemikiran hukum ekonomi di
kalangan para cendekiawan muslim kala itu.
C.
Pandangan
Ekonomi Abu Ubaid
1.
Filosofi Hukum
dari Sisi Ekonomi
Menurut Abu Ubaid, prinsip utama dalam filosofi hukum adalah
keadilan. Pengmplementasian dari prinsip tersebut akan membawa kepada
kesejahteraan ekonomi dan keselarasan sosial. Abu Ubaid juga melakukan
pendekatan yang berimbang terhadap hak-hak individu, publik dan negara.
Pemikirannya juga menitikberatkan pada kebijakan dan kewenangan khalifah
dalam memutuskan perkara selama tidak bertentangan dengan ajaran islam dan
kepentingan kaum muslimin.
Otoritas penguasa dalam pembagian tanah taklukan juga diakui. Kepemilikan
tanah takulukan ini dapat menjadi hak para penakluk atau membiarkan
kepemilikannya tetap pada penduduk setempat. Abu Ubaid juga menekankan bahwa
perbendaharaan negara tidak boleh disalahgunakan atau dimanfaatkan penguasa
untuk kepentingan pribadinya. Selain itu, kaum muslimin juga dilarang menarik
pajak atas tanah penduduk non-Muslim melebihi
dari apa yang diperbolehkan dalam perjanjian perdamaian.
Sedangkan untuk petugas pengumpul kharaj, jizyah, ushur dan
zakat tidak diperkenankan menyiksa masyarakatnya dan di lain sisi, masyarakat
diharuskan memenuhi kewajiban finansialnya secara teratur.
2.
Dikotomi
Badui-Urban
Pembahasan mengenai dikotomi badui-urban dilakukan Abu Ubaid ketika
menyoroti alokasi pendapatan fai. Ia menjelaskan bahwa bertentangan
dengan kaum badui, kaum urban (perkotaan):
· Ikut serta dalam keberlangsungan negara dengan berbagai kewajiban
administratif dari semua kaum muslimin.
· Memelihara dan memperkuat pertahanan sipil melalui mobilisasi jiwa
dan harta mereka.
· Menggalakkan pendidikan melalui proses belajar-mengajar al-Quran
dan al-Hadith serta penyebaran keunggulannya.
· Memberikan kontribusi terhadap keselarasan sosial melalui
pembelajaran dan penerapan hudud.
· Memberikan contoh universalime islam dengan sholat berjamaah.
Selain
itu, di samping keadilan, Abu Ubaid juga mengatur suatu negara berdasarkan
administrasi, pertahanan, pendidikan, hukum dan kasih sayang. Kaum badui yang
tidak memberikan kontribusi yang sebesar yang telah dilakukan kaum urban tidak
bisa mmeperoleh manfaat pendapatan fai sebanyak kaum urban. Dalam hal ini, kaum badui hanya dapat menerima fai
pada saat terjadi tiga kondisi kritis yaitu:
a.
Ketika terjadi
invasi musuh.
b.
Kemarau panjang
(qai’ihah).
c.
Kerusuhan sipil
(fatq).
Abu
Ubaid memperluas cakupan kaum badui dengan memasukkan golongan masyarakat
pegunungan dan pedesaan.
3.
Kepemilikan
dalam Konteks Kebijakan Perbaikan Pertanian
Abu Ubaid mengakui adanya kepemilikan pribadi dan kepemilikan
publik. Secara implisit, ia mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintahan seperti iqta’
tanah gurun dan deklarasi resmi terhadap kepemilikan individual atas tanah
tandus yang disuburkan sebagai insentif untuk meningkatkan produksi pertanian.
Oleh karena itu, tanah yang diberikan dengan persyaratan untuk diolah dan
dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, jika dibiarkan menganggur selama tiga
tahun berturut-turut akan didenda dan kemudian dialihkan kepemilikannya oleh
penguasa.
Dalam pandangannya, sumber daya publik seperti air, padang rumput
dan api tidak boleh dimonopoli seperti hima’. Seluruh sumber daya ini
hanya dapat dimasukkan ke dalam kepemilikan negara yang akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
4.
Pertimbangan
Kebutuhan
Pembagian zakat tidak harus dilakukan secara merata diantara
delapan kelompok penerima zakat dan cenderung menentukan suatu batas tertinggi
terhadap bagian perorangan. Menurutnya yang paling penting adalah memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar seberapapun besarnya serta bagaimana menyelamatkan
orang-orang dari bahaya kelaparan.
Abu Ubaid menggunakan pendekatan untuk mengindikasikan adanya tiga
kelompok sosio-ekonomi yang terkait dengan status zakat, yaitu:
· Kalangan kaya yang terkena wajib zakat.
· Kalangan menengah yang tidak terkena wajib zakat, tetapi juga tidak
berhak menerima zakat.
· Kalangan penerima zakat.
5.
Fungsi Uang
Pada prinsipnya, Abu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang yaitu
sebagai standar nilai pertukaran (standart of exchange value) dan media
pertukaran (medium of exchange). Sebagaimana pernyataannya:
“Adalah hal
yang tidak diragukan lagi bahwa emas dan perak tidak layak untuk apapun kecuali
keduanya menjadi harga dari barang dan jasa. Keuntungan yang paling tinggi yang
dapat diperoleh dari kedua benda ini adalah penggunaannya untuk membeli
sesuatu.”
Abu Ubaid lebih merujuk pada kegunaan umum dan relatif konstannya
nilai dari emas dan perak tersebut jika dibandingkan dengan komoditas lainnya.
Jika kedua benda tersebut juga digunakan sebagai komoditas maka nilai keduanya
juaga akan berubah-ubah. Karena keduanya akan memainkan dua peran yang berbeda
yaitu sebagai barang yang harus dinilai dan sebagai standar penilaian dari
komoditas lainnya.
Secara implisit, Abu Ubaid juga mengakui adanya fungsi uang sebagai
penyimpan nilai (store of value) ketika membahas jumlah tabungan minimum
tahunan yang wajib terkena zakat. Selain itu, dalam kitab al-Amwal salah
satu ciri khasnya adalah membahas tentang keuangan publik (public finance)
yaitu tentang timbangan dan ukuran yang biasa digunakan dalam menghitung
beberapa kewajiban agama yang berkaitan dengan harta atau denda.
MANAJEMEN DANA BANK SYARIAH
BANK
SYARIAH MANDIRI (BSM)
·
Sejarah
Berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM)
Kehadiran BSM sejak tahun 1999,
sesungguhnya merupakan dampak dari krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Krisis
ekonomi, moneter dan multi-dimensi sejak Juli 1997, telah menimbulkan beragam
dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha.
Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh
bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya
mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian
bank-bank di Indonesia.
Salah satu bank konvensional, PT
Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP)
PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB
berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan
beberapa bank lain serta mengundang investor asing.
Pada saat bersamaan, pemerintah
melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank
Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank
Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut
juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik
mayoritas baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan
merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim
Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk
mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank
Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi
peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah
memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk
melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank
syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan
sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank
konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan
nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris:
Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi
bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK
Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat
Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI
menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan
dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai
beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.
·
Produk Dana
Pihak Ketiga
A.
Tabungan
1.
Tabungan BSM
Tabungan
dalam mata uang rupiah dengan akad Mudharabah Mutlaqah yang penarikannya
berdasarkan syarat-syarat tertentu yang disepakati. Penarikan dan penyetoran
dapat dilakukan setiap saat selama jam buka kas di konter BSM atau melalui ATM.
2.
BSM Tabungan
Berencana
Tabungan berjangka yang memberikan nisbah bagi hasil
berjenjang serta kepastian pencapaian target dana yang telah ditetapkan dengan
akad mudharabah muthlaqah. Nasabah mendapat perlindungan asuransi secara
gratis dan otomatis dengan manfaat asuransi yang dihitung dengan mencari
selisih antara target dana dengan saldo saat klaim.
3.
BSM Tabungan
Simpatik
Tabungan berdasarkan prinsip wadhiah
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat berdasarkan syarat yang
disepakati.
4.
BSM Tabungan
Investa Cendekia
Tabungan berjangka dengan akad mudharabah muthlaqah
untuk keperluan uang pendidikan dengan jumlah setoran bulanan tetap (installment)
dan dilengkapi dengan perlindungan asuransi.
5.
BSM Tabunga
Mabrur
Tabungan dengan akad mudharabah muthlaqah dalam
mata uang rupiah untuk membantu pelaksanaan ibadah haji & umrah.
6.
BSM Tabungan
Dollar
Tabungan dengan akad wadhiah yad dhamanah dalam
mata uang dollar yang penarikan dan setorannya dapat dilakukan setiap saat atau
sesuai ketentuan BSM.
7.
BSM Tabungan
Kurban
Tabungan dengan akad mudharabah muthlaqah dalam
mata uang rupiah untuk membantu nasabah dalam merencanakan ibadah kurban dan
aqiqah. Pelaksanaannya bekerja sama dengan Badan Amil Qurban.
8.
BSM Tabungan
Pensiun
Tabungan Pensiun BSM adalah simpanan dalam mata uang
rupiah berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah, yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan yang disepakati.
Produk ini merupakan hasil kerjasama BSM dengan PT Taspen yang diperuntukkan
bagi pensiunan pegawai negeri Indonesia.
9.
Tabunganku
Tabungan perorangan yang diterbitkan secara bersama-sama oleh
bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
B.
Giro
1.
BSM Giro
Sarana penyimpanan dana dalam mata uang Rupiah untuk
kemudahan transaksi dengan pengelolaan berdasarkan prinsip wadiah yad
dhamanah.
2.
BSM Giro Valas
Sarana penyimpanan dana dalam mata uang US Dollar
untuk kemudahan transaksi dengan pengelolaan berdasarkan prinsip wadiah yad
dhamanah.
3.
BSM Giro
Singapore Dollar
Sarana
penyimpanan dana dalam mata uang Singapore Dollar untuk kemudahan transaksi
dengan pengelolaan berdasarkan prinsip wadiah yad dhamanah.
4.
BSM Giro Euro
Sarana penyimpanan dana dalam mata uang Singapore
Dollar untuk kemudahan transaksi dengan pengelolaan berdasarkan prinsip wadiah
yad dhamanah.
C.
Deposito
1.
BSM Deposito
Investasi berjangka waktu tertentu dalam mata uang
rupiah yang dikelola berdasarkan prinsip Mudharabah Muthlaqah.
2.
BSM Deposito
Valas
Investasi berjangka waktu tertentu dalam mata uang
dollar yang dikelola berdasarkan prinsip Mudharabah Muthlaqah.
·
Produk Pembiayaan
1.
Kredit
Modal Kerja
a.
Musyarakah
Pembiayaan khusus untuk modal kerja, dimana dana dari
bank merupakan bagian dari modal usaha nasabah dan keuntungan dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
b.
Pembiayaan Dana
Berputar
Pembiayaan Dana Berputar adalah fasilitas pembiayaan
modal kerja dengan prinsip musyarakah yang penarikan dananya dapat dilakukan
sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan riil nasabah.
c.
Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah BSM adalah pembiayaan
dimana seluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah ditanggung oleh bank.
Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati.
d.
Pembiayaan Resi
Gudang
Pembiayaan Resi Gudang adalah pembiayaan transaksi
komersial dari suatu komoditas/produk yang diperdagangkan secara luas dengan
jaminan utama berupa komoditas/produk yang dibiayai dan berada dalam suatu
gudang atau tempat yang terkontrol secara independen (independently
controlled warehouse).
e.
Murabahah
Pembiayaan Murabahah BSM adalah pembiayaan
berdasarkan akad jual beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang yang
dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan
keuntungan margin yang disepakati.
2.
Kredit
Investasi
a.
Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah
BSM adalah pembiayaan dimana seluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah
ditanggung oleh bank. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan nisbah
yang disepakati.
b.
Musyarakah
Pembiayaan khusus untuk modal kerja, dimana dana dari
bank merupakan bagian dari modal usaha nasabah dan keuntungan dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
LIQUIDITAS BANK
· Pengertian Likuiditas Bank
Secara umum,
definisi likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow)
dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Dalam sumber lain disebutkan bahwa
likuiditas adalah kemampuan pengadaan uang tunai apabila ia dibutuhkan tanpa
harus menjual aktiva jangka panjang dengan merugi di pasar yang tidak
menguntungkan.
Sehingga
likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama
kewajiban dana jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan
untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash). sedangkan dari
sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan
portofolio liabilitas.
Sedangkan
fungsi dari likuiditas secara umum adalah:
a.
Menjalankan transaksi bisnisnya sehari- hari.
b.
Mengatasi kebutuhan dana yang mendesak.
c.
Memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan;
d.
Memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan
investasi menarik yang menguntungkan.
· Manajemen Likuiditas Bank
Manajemen likuiditas bank merupakan
kemampuan suatu lembaga perbankan dalam memenuhi kebutuhannya yang bersifat
jangka pendek. Kemampuan tersebut antara lain meliputi:
a.
Kemampuan
menyediakan dana pada saat nasabah memerlukan penarikan dana depositonya.
b.
Kemampuan
menyediakan dana pada saat memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan.
c.
Kemampuan bank
dalam menjaga kondisi aktivitas operasional tetap likuid.
Tujuan manajemen likuiditas adalah mencapai cadangan yang dibutuhkan yang
telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalau tidak dipenuhi akan kena
pinalti dari Bank sentral, kedua memperkecil dana yang menganggur karena kalau
banyak dana yang menganggur akan mengurangi profitabilitas bank, dan mencapai
likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat
mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman.
Likuiditas bagi bank merupakan masalah yang sangat penting kerena berkaitan
dengan kepercayaan masyarakat, nasabah, dan pemerintah. Dalam dunia perbankan
sering timbul pertentangan antara kepentingan likuiditas dan profitabilitas.
Untuk mempertahankan posisi likuiditas yang tinggi, bank harus menggunakan dana
yang seharusnya bias dipinjamkan untuk memperbesar cadangan primer. Dengan
demikian, kesempatan untuk mendapatkan keuntungan akan berkurang. Pengelolaan
likuiditas bisa dilakukan dengan dua pendekatan yaitu assets management dan
liability management.
A.
Assets management (pengelolaan kekayaan)
Assets management adalah pengelolaan kekayaan yang
digunakan untuk alokasi dana/kekayaan untuk berbagai alternatif investasi.
Dalam pengeloaan kekayaan ini ada bebarapa pendekatan yaitu:
1. The pool of funds
Pengelolaan kekayaan
dengan pendekatan pool of funds adalah dengan mengumpulkan semua sumber
kekayaan menjadi satu dan diperlakukan sebagai sumber dana tunggal tanpa
membedakan sumber dananya. Dana yang sudah dikumpulakn menjadi satu akan
dialokasikan ke berbagai bentuk kekayaan dengan criteria tertentu. Bentuk
alokasi dana tersebut adalah cadangan primer, cadangan sekunder, pinajaman,
kekayaan lain-lain, dan investasi jangka panjang.
2. The assets-allocation
Pada pendekatan ini
semua jenis sumber dana dikumpulakan menjadi satu tetapi masing-masing sumber
dana dipertimbangkan sifat-sifatnya, tidak menjadi satu sumber dana tunggal.
Alokasi dana ini berkaitan dengan sifat masing- masing sumber dana, untuk semua
sumber dana yang tingkat perputarannya tinggi maka likuiditasnya juga tinggi.
Prioritas pertama alokasi dana adalah untuk kekayaan tetap yang digunakan untuk
kegiatan operasional seperti gedung, paralatan, dan sebagainya. Kedua, bank
sebaiknya memelihara cadangan primernya untuk memenuhi Kebutuhan likuiditas.
Ketiga, bank sebaiknya mengalokasikan dana untuk cadangan sekunder (surat-surat
berharga jangka pendek). Prioritas keempatadalah kredit pinjaman yang merupakan
sumber pendapatn utama bank. Kelima, bank sebaiknya meminimalkan resiko
kekayaanyya dengan melakukan diversifikasi. Investasi padfa saham, obligasi,
dan surat berharga jangka panjang sebagai prioritas yang terakhir.
3. Commercial loan theory
Penekanan pada
pendekatan ini adalah pada pinjaman jangka pendek dan yang bersifat
self-liquidating. Seorang pengusaha meminjam dana dari bank untuk
menghasilkanbarang yang bias dijual dan dari kelebihan penjulan tersebut
pengusaha mampu mngembalikan pinjaman bank. Pendekatan ini tidak banyak dipakai
karena perkembangan jaman menuntut bank untuk biss melayani kebutuhan nasabah
yang juga membutuhkan pinjaman jangka panjang.
4. Shiftability theory
Teori ini mengemukakan
bahwa kondisi suatu perbankan akan terjamin jika bank tersebut menempatkan
salah satu kebijakan finansialnya dengan membeli dan memiliki commercial
paper (surat berharga) dari perusahaan atau negara dan juga daerah yang
menjual obligasi, dimana commercial paper yang dibeli tersebut memiliki
prospek dan kondisi yang baik, dan selanjutnya kepemilikan portofolio commercial
paper tersebut akan menjadi current asset perusahaan yang sewaktu-
waktu bisa diuangkan atau bisa diubah untuk mendukung likuiditas perusahaan.
5. Doctrine of antipated income.
Teori ini mendasarkan
pada kemampuan seorang debitur dalam membayar pinjamannya dengan melihat pada future
income debitur yang bersangkutan. Dengan future income seorang debitur yang semakin baik, maka akan menjamin
kelancaran pembayaran secara tepat waktu dan terkendali, sehingga dampak lebih
jauh likuiditas bank selalu terjaga. Dengan kata lain jadwal pembayaran seorang
debitur dilihat dari segi future income, dan yang harus diingat bahwa
tidak setiap debitur selalau bersifat self-liquiditing, karena bisa saja
tiba- tiba debitur yang bersangkutan terkena PHK.
B. Liability management
Bank harus mampu menentukan tingkat bunga yang tepat (pricing)
baik untuk lending maupun funding dengan memperhatikan faktor
rentabilitas, likuiditas dan risiko. Asset liability management
merupakan fungsi manajemen bank yang amat penting dalam menata portofolio
kedua sisi neraca guna tercapainya pendapatan yang maksimal sementara risiko
dapat diperhitungkan sebelumnya.
· Resiko Likuiditas
Apabila bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan
segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi
kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah “resiko likuiditas“. Resiko
Likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya
kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan
aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuiditas
ditentukan antara lain:
a.
Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana
berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk
mencermati tingkat fluktuasi dana.
b.
Ketepatan dalam mengatur struktur dana.
c.
Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas.
d.
Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau
sumber dana lainnya.
Apabila
kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan Bank untuk
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk
mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen
likuiditas, yang mana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari
pengelolaan liabilitas.
Untuk
mengatasi dan mengantisipasi terjadinya Risiko Likuiditas, aktivitas Manajemen
Risiko yang umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:
1.
Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya
penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui
kliring maupun penarikan tunai.
2.
Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana
masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.
3.
Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap
skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana
bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana
bersih rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat
ketahanan likuiditas Bank.
4.
Selanjutnya Bank menetapkan secondary reserve
untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke
dalam instrumen keuangan yang likuid.
5.
Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada
kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi ALCO (Asset & Liability
Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya dan
meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.
Oleh karena
itu bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya
dengan baik, karena apabila likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan
mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak
boleh terlalu besar, karena apabila jumlah likuiditas terlalu besar maka akan
menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat
profitabilitas.
· Penilaian Likuiditas
Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa
rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi
likuiditas perusahaan, yaitu:
a. Current
Ratio
Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk
mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk
dapat megetahui dan menduga sampai dimanakah kiranya kita apabila memberikan
kredit berjangka pendek kepada seorang nasabah dapat merasa aman atau tidak.
Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk apakah
perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk
memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan
pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah
jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban lancar. sehingga
dapatlah kiranya diperkirakan bahwa sekiranya pada suatu ketika dilakukan
likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang
tercantum di neraca namun masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun yang
dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat
memenuhi kewajibannya.
Current
ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena terdapat
kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada
waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos
modal kerja dengan ketat. Di lain pihak ditinjau dari sudut pemegang saham
suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan, terutama bila
terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan terlalu besar.
Current
ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka
pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi
suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan
dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proposisi atau
distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah
persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang
akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan
adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang
besar yang mungkin sulit untuk ditagih.
Adapun
formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut :
Current
ratio= (aktiva lancer : hutang lancar) x 100%
b. Quick ratio
Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio,
yaitu perbandingkan antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang
lancar. Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena menganggap
persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, walaupun pada
kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini lebih
tajam dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat
likuid. Jika current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan
adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan.
Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai
berikut :
Quick Ratio = ( Aktiva Lancar – Persediaan) : (utang
lancar) x 100%